Kamis, 29 November 2012

Senyum Terakhir


                           
Duduk termenung di dekat jendela kamarku. Mengingat memori lama yang terputar bagai roll film tanpa henti. Tak terasa 14 tahun sudah beliau pergi, meninggalkan kami bersama senyuman terakhirnya. Masih ku ingat semua itu. Rindu, ungkapan hatiku saat ini.
“Rajin belajar ya adek, jangan kecewakan ayah dan semuanya !”, pesan terakhir ayah dengan senyum terakhirnya. Aku yang saat itu masuh kecil tak tau apa-apa. Ayah mengusap lembut puncak kepalaku. Aku hanya terheran-heran melihat semua orang yang ada disini menangis. “Sabar ya adek !”, ucap sanak saudaraku. Dihari itu juga ayah pergi dengan senyum terakhirnya. Senyum yang sampai saat ini kuingat lekat-lekat dalam memoriku. Tak terasa aku menangis meski tak tau sebabnya karena pada saat itu aku masih terlalu kecil untuk mengetahui semua kenyataan ini. Kakak memelukku dan berkata,”Ayah sudah tenang disana, kakak yakin ayah akan menjaga kita dari atas sana !”, sambil mengusap lembut punggungku yang berada dalam dekapannya dan ibu.
“Sabar ya nak !”, ucap ibuku  lembut kepada aku dan kakakku. Ibu juga menangis. Aku semakin kalut dan semakin menangis dalam dekapan mereka.
Kini aku mengerti mengapa saat itu mereka menangis. Ayah yang selama ini melindungi kami telah meninggalkan kami untuk selamanya dengan dengan pesan terakhirnya dan senyum terakhirnya pula. Aku yang saat itu masih berumur 10 bulan mulai menyadari saat aku tak pernah melihat senyumnya lagi, saat aku tak pernah mendengar nasehat bijaknya lagi, saat aku tak pernah memandang mata teduhnya lagi.
Air mataku berlomba-lomba untuk meluncur dari pelupuk mataku. Aku menangis dalam diam. Tiba-tiba tepukan di pundakku membuyarkan lamunanku. Kuseka air mataku dengan kasar. “Ngapain masih melamun ? Cepat mandi, katanya mau ikut ke makam ayah ?”, suara cempreng kakakku mengagetkanku. “Oh iya, lupa aku kak ! Keenakkan melamun sih,hehehe.. Tunggu sebentar, jangan ditinggal lho, awas kalau sampai ditinggal ya !”, ancamku sambil berlari ke kamar mandi. “Cepetan, udah di tunggu kakek tuh di luar ! Dasar lelet !”, ejek kakakku. “Iya-iya, baweel !”, balasku sambil menjulurkan lidahku.
Kini Kakeklah yang menggantikan sosok ayah di sampingku. Aku dan Kakakku juga sangat menyayanginya.
Setelah selesai mandi dan ganti baju aku menyusul kakak dan kakekku yang sedang berbincang-bincang di teras. “Ayo berangkat !”, ajakku sambil tersenyum manis. “Mandi apa tidur sih ? Lama amat !”, ucap kakakku sambil mendengus sebal. “Yeeee, sewot ! Ya mandilah kak !”, ucapku tak mau kalah. Kakek hanya senyum-senyum melihat tingkah kedua cucunya ini. “Sudah-sudah jangan bertengkar, ayo berangkat nanti keburu malam !” sahut kakekku menengahi pertengkaran kami. “Siap bos !”, balasku bersamaan dengan kakakku. Dia hanya melotot. Akupun membalas pelototan matanya dengan juluran lidah. “Weeek :P”, aku segera berlari untuk menghindari omelan kakaku sambil tertawa keras. Hahahah :D rasakan itu.
Kami berangkat sambil bercanda tawa bersama. Sesampainya di makam ayah, aku, kakak, dan kakek bekerja bakti membersihkan makam ayahku yang mulai di tumbuhi rumput-rumput liar. Setelah dirasa sudah bersih kami berjongkok di depan makam ayah. “Ayah, adek, kakak, dan kakek datang lagi. Apa kabar ayah disana ? Maaf adek baru datang ayah, bukan karena adek sudah lupa sama ayah, tapi karena adek banyak tugas sekolah. Adek harap ayah tidak marah. Meski adek baru sempat mengunjugi ayah sekarang, adek tidak lupa berdoa kok untuk ayah !”, ucapku dalam hati sambi menabur bunga di atas makam ayah. Kakek memulai doanya. Aku dan kakak mengAmininya. “Amin !”, ucap kami bersamaan mengakhiri doa bersama-sama. “Ayo pulang !”’ ajak kakekku. Aku menyeka air mataku yang dengan beraninya meluncur dari kedua bola mataku. Kuanggukkan kepalaku. Perlahan aku dan kakaku ikut bangkit bersama kakek. “Adek pulang dulu ya ayah, kapan-kapan adek kesini lagi !”, pamitku kepada ayah dalam hati.
Kami melangkah perlahan meninggalkan pemakaman ayah. Senyum merekah di bibirku. Aku lega. “Heh, ngapain senyum-senyum sendiri. Jangan-jangan kesambet setan ya ! Hiii”, goda kakakku sambil menyikut pinggangku. Aku hanya mendengus sebal. “Dasar jail, liat aja nanti pasti kubalas !”. Kupasang wajah cemberut. “Hahahaha :D”, dia tertawa puas melihat tampang masamku. Kakek hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kami. Senyum  terukir di wajahnya yang masih terlihat gagah meski sudah menua.
Kami berjalan beriring-iringan dan bercanda tawa sama seperti saat berangkat tadi. Sepanajng perjalan kakak selalu saja meledekku, aku hanya pasrah karena percuma aku melawan, toh aku tak akan pernah menang jika sudah berdebat dengan kakakku satu-satunya ini.
Aku menyadari. “Pada akhirnya semua yang hidup pasti akan kembali kepada-Nya. Kita sebagai manusia hanya bisa menerima takdir ini ! Ayah, semoga ayah selalu bahagia disana. Aku berjanji akan berusaha menjadi yang terbaik untuk semuanya. Aku tidak akan mengecewakan kalian semua. Fighting Nuyunk !” tekadku dalam hati sambil melayangkan tinju ke udara. “Dasar gila !”, hardik kakaku sambil tersenyum sinis. “Masako balado Royco Ajinomoto !” balasku tak mau kalah. “Hahahaha :D”, kami tertawa bersam-sama. Ayah akan selau aku ingat dihatiku yang paling dalam. Aku sayang ayah SELAMANYA….!